Selasa, 01 Mei 2012

Bank Syariah untuk Ekonomi Kerakyatan

Kurang lebih sudah 18 tahun usia bank syariah hadir di Indonesia. Usia yang terbilang cukup matang. Namun apakah di usia yang matang ini berbanding lurus dengan perkembangan baik kuantitas maupun kualitas bank syariah di Indonesia? Inilah pertanyaan yang perlu di telusuri lebih dalam (Investigasi) untuk mencoba meneropong masa depan mengenai peranan bank syariah bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan bangsa. Tahun 1992 itulah awal berdirinya bank syariah di Indonesian yang diprakarsai oleh Bank Muamalat Indonesia. Lalu bermunculan bank-bank syariah lainnya semenjak terbitnya undang-undang perbankan syariah No 10 tahun 1998. Dimana, undang-undang itu memuat tentang pokok-pokok kegiatan usaha dan produk syariah, pembentukan dewan syariah dan syarat-syarat untuk pembukaan cabang dari bank konvesional untuk melakukan kegiatan perbankan dengan prinsip syariah. Ini merupakan pertanda baik bagi keberlangsungan dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Sejarah berdirinya bank syariah di mulai dari mesir sekitar tahun 1963. Mith Ghamr sebuah bank penyimpanan lokal (local saving bank) yang prinsip operasionalnya masih menyerupai dengan bank konvensional. Prinsip operasional yang di jalankan oleh Mith Ghamr berupa simpanan, pinjaman, investasi, pembiayaan namun bank ini terbebas dari bunga. Adanya hal yang berbeda ini membuat Mith Ghamr menjadi dicari oleh nasabah. Tak lama kemudian, sekitar ribuan penduduk menjadi nasabah Mith Ghamr. Bank ini pun menjadi besar dan terkemuka. Akan tetapi, perkembangan bank ini pun tertelan jaman. Pada tahun 1970 bank ini runtuh (mengalami kegagalan operasionalnya) dan di ambil alih oleh bank sentral mesir. Keruntuhan ini tentunnya tidak pernah terpikirkan, sebab musabab keruntuhan Mith Ghamar pun belum terdeteksi. Akan tetapi, Peristiwa Mith Ghamr menjadi pemicu bagi Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian melalui OKI membentuk Bank Islam. Gagasan ini mendapat respon positif dari seluruh anggota OKI. Anggota-anggota itu sepakat untuk membuat Bank Islam di negaranya. Lalu dibuatlah Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). AD/ART yang sudah rampung dibuat kemudian dibentuklah Bank Islam (syariah). Pendirian Bank Syariah tidak hanya di negara muslim, akan tetapi di dunia barat juga mendirikan Bank Syariah seperti di negara Inggris, Swiss dan USA. Dan dari sinilah kebangkitan Bank Syariah dimulai kembali.
Dari sejarah berdirinya bank syariah, kita mengetahui bahwa terjadi peristiwa fluktuatif yang dialami bank-bank terdahulu untuk mencoba mengimplementasikan bank syariah. Mulai dari masa ketiadaan menjadi ada dan kemudian mengalami berbagai permasalahan dalam aplikasinya. Sejarah ini bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi bankir yang menjalankan bank syariah. Dalam perjalanannya, bank syariah yang ada di Indonesia mungkin terlihat cukup melesat dari segi kuantitasnya. Bahkan banyak juga bank konvensional yang melakukan konversi menjadi bank syariah. Lalu pertanyaanya adalah bagaimana dengan segi kualitas bank syariah yang ada di Indonesia?.
Bank syariah secara umum memiliki tujuan yaitu ibadah (tuhan) dan muamalah (manusia-kemanusiaan). Tujuan bank syariah itu bersifat dua arah yaitu horizontal dan vertical. Dalam konsep islam disebutkan hablumminAllah dan habluminanaas. Tujuan ini mengajak kita untuk mencapai kebahagian di dunia dan akherat dengan jalan syariah. Untuk mencapai tujuan ini, di bank syariah mengenal beberapa prinsip yang selalu di pegang. Prinsip yang menjadi pegangan yaitu: kesetaraan (equality), keadilan (fairness) dan keterbukaan (transparency). Prinsip-prinsip tersebut mengandung makna yang strategis dan memiliki kekuatan untuk memajukan bank syariah. Untuk menerapkan prinsip ini maka perlu di masukkan dalam visi misi bank syariah.
Produk bank syariah yang ada sekarang tidak jauh beda dengan awal mula Mith Ghamr di Mesir. Perbedaan yang paling mencolok terletak pada alokasi penggunaan dana (ril), mekanisme yang transparan, bagi hasil dan kemitraan. Alokasi penggunaan dana di bank syariah digunakan pada program yang bersifat ril (usaha nyata) dan jauh dari unsur spekulasi. Mekanisme yang dibangun di bank syariah sangat transparan, tidak ada yang di tutup-tutupi, segala sesuatunya sudah di sepakati di depan/dimuka sehingga tidak ada nasabah yang merasa di bohongi/tertipu. Beberapa produk yang kita kenal di bank syariah yaitu simpanan, pinjaman, investasi, pembiayaan, sewa dan sebagainya. Dari kategori produk tersebut, kemudian kita mengenal produk mudharabah (bagi hasil), musyarakah (bagi hasil campuran), murabahah (jual-beli), ijarah (sewa). Mudharabah (bagi hasil) berarti antara pemodal dengan nasabah merupakan mitra yang bekerjasama untuk mencapai tujuan berupa keuntungan dari proyek ril yang dikerjakan dan keuntungan itu dibagi sesuai dengan kesepakatan di muka. Pihak bank (modal) merupakan 100 persen investor. Sedangkan musyarakah yaitu kerjasama antara bank dengan nasabah dimana bank tidak 100 persen bertindak sebagai pemodal, akan tetapi pihak nasabah juga merupakan pemodal. Kesepakatan mengenai pembagian hasil dari keuntungan disepakati di muka. Yang menarik dari produk bank syariah adalah bahwa bank dan nasabah merupakan mitra kerjasama, keuntungan maupun kerugian ditanggung bersama. Sehingga tidak ada kata untung di satu pihak dan rugi di pihak lain. Disinilah prinsip keadilan bank syariah terlihat cukup jelas.
Konsep yang dimiliki bank syariah melalui berbagai produk yang ditawarkan sebenarnya memiliki nilai lebih dibandingkan dengan bank konvensional. Segmen pasar bank syariah di Indonesia pun sudah dapat diukur dengan hitungan. Berdasarkan data dari situs (www.immdiy.or.id) pada tahun 2008 jumlah masyarakat muslim yang ada di Indonesia sebesar 204 juta jiwa. Jumlah masyarakat ini menduduki peringkat pertama jika dibandingkan dengan Pakistan 164 juta jiwa, dan India 153 juta jiwa. Segmentasi yang mudah di ukur inilah yang membuat banyak pihak asing berdatangan untuk membuka bank syariah di Indonesia. Dalam situs www.bataviase.co.id (20/6) banyak investor asing dari timur tengah mulai mengincar untuk berinvestasi membuka bank syariah di Indonesia. Minatnya pihak asing untuk membuka bank syariah, selain karena regulasi yang mudah dalam membuka bank syariah, juga karena segmen pasar di Indonesia cukup potensial.
Syariah Yang Merakyat
Beberapa pemerakarsa Bank Islam mengatakan “Don’t Call Islamic Banking, If Don’t Touch The Grass Roots” yang artinya jangan sebut Bank Islam (syariah), jika tidak menyentuh lapisan bawah. Hal ini merupakan sebuah anjuran sekaligus prinsip yang harus dilaksanakan oleh semua Bank Islam (syariah) yaitu lebih menyentuh lapisan bawah. Lapisan bawah terdiri dari masyarakat pesisir/nelayan, petani, usaha kecil menengah, pedagang informal. Seperti diketahui bahwa kegiatan masyarakat kelas bawah seringkali kesulitan mendapatkan pinjaman modal untuk mengembangkan usahanya. Mereka biasanya hanya memperoleh modal dari pihak renternir. Dengan meminjam dari renternir sebenarnya mereka sedang menghadapi permasalahan untuk pengembaliannya, karena pemberi pinjaman meminta bunga pengembalian yang cukup tinggi. Namun, nelayan, petani, UKM dan pedangan kecil lainnya terpaksa meminjam dari renternir karena tidak ada lagi pilihan lain.
Kehadiran Bank Syariah di tengah-tengah lingkungan masyarakat tersebut menjadi suatu penawar yang lebih humanis bagi masyarakat lapisan bawah. Berdasarkan prinsip diatas maka bank syariah seharusnya mampu memberikan pinjaman modal kepada masyarakat yang ingin berusaha di bidang riil. Disamping itu, lebih jauh Bank Syariah bisa berperan sebagai penyalur/pemasar hasil usaha produksi masyarakat. Hal ini seperti fungsi koperasi yang menjadi penggerak ekonomi rakyat khususnya anggota dan masyarakat pada umumnya. Peran Bank syariah disini akan lebih terlihat sebagai bank yang mendekat dengan rakyatnya dan tentunya sebagai jalan keluar dari permasalahan masyarakat lokal dan negara. Dengan cara ini tentunya masyarakat menjadi semakin percaya dan yakin akan manfaat yang diterima dari Bank syariah. Kepercayaan masyarakat terhadap manfaat langsung yang diberikan bank syariah kepada mitranya menjadi sebuah citra positif yang bekelanjutan. Dengan kata lain, bahwa cara ini merupakan salah satu strategi sosialisasi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan sinergis antara peran bank terhadap tumbuhnya pergerakan ekonomi di masyarakat.
Karena bukankan selama ini permasalahan bank syariah adalah terkait sosialisasi kepada masyarakat. Informasi ini saya dapatkan langsung dari rekan saya yang bekerja di salah satu Bank Syariah di Indonesia. Saya menanyakan kepada rekan saya mengenai, apakah permasalahan di Bank Syariah untuk saat ini?. Rekan saya pun lantas menjawab” kendala kami adalah tentang sosialisasi saja, karena masih banyak yang menganggap bank syariah sama dengan bank konvensional”. Banyak cara untuk mengenalkan bank syariah kepada masyarakat salah satunya dengan cara jemput bola langsung mendekat kepada pokok persoalan di masyarakat. Dengan mengetahui pokok persoalan di masyarakat maka bank syariah bisa memberi sebuah solusi nyata dan menggandeng mereka untuk keluar dari permasalahan. Sesungguhnya inilah cara sederhana yang pernah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW dalam menjalankan bisnisnya dengan melakukan silaturahmi atau melakukan riset langsung ke lapangan untuk mengenal permasalahan di masyarakat dan harapan dari konsumen/pasar. Semoga Bank Syariah adalah bank yang selalu dekat di hati masyarakat dan sebagai penggerak ekononomi rakyat.amin. link blog saya disni :bank syariah.

reff : http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2010/08/16/bank-syariah-untuk-ekonomi-kerakyatan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar