Kurang lebih sudah 18 tahun usia bank
syariah hadir di Indonesia. Usia yang terbilang cukup matang. Namun
apakah di usia yang matang ini berbanding lurus dengan perkembangan baik
kuantitas maupun kualitas bank syariah di Indonesia? Inilah pertanyaan
yang perlu di telusuri lebih dalam (Investigasi) untuk mencoba
meneropong masa depan mengenai peranan bank syariah bagi kesejahteraan
ekonomi masyarakat dan bangsa. Tahun 1992 itulah awal berdirinya bank
syariah di Indonesian yang diprakarsai oleh Bank Muamalat Indonesia.
Lalu bermunculan bank-bank syariah lainnya semenjak terbitnya
undang-undang perbankan syariah No 10 tahun 1998. Dimana, undang-undang
itu memuat tentang pokok-pokok kegiatan usaha dan produk syariah,
pembentukan dewan syariah dan syarat-syarat untuk pembukaan cabang dari
bank konvesional untuk melakukan kegiatan perbankan dengan prinsip
syariah. Ini merupakan pertanda baik bagi keberlangsungan dan
perkembangan perbankan syariah di Indonesia.
Sejarah berdirinya bank syariah di mulai dari mesir sekitar tahun 1963. Mith Ghamr sebuah bank penyimpanan lokal (local saving bank)
yang prinsip operasionalnya masih menyerupai dengan bank konvensional.
Prinsip operasional yang di jalankan oleh Mith Ghamr berupa simpanan,
pinjaman, investasi, pembiayaan namun bank ini terbebas dari bunga.
Adanya hal yang berbeda ini membuat Mith Ghamr menjadi dicari oleh
nasabah. Tak lama kemudian, sekitar ribuan penduduk menjadi nasabah Mith
Ghamr. Bank ini pun menjadi besar dan terkemuka. Akan tetapi,
perkembangan bank ini pun tertelan jaman. Pada tahun 1970 bank ini
runtuh (mengalami kegagalan operasionalnya) dan di ambil alih oleh bank
sentral mesir. Keruntuhan ini tentunnya tidak pernah terpikirkan, sebab
musabab keruntuhan Mith Ghamar pun belum terdeteksi. Akan tetapi,
Peristiwa Mith Ghamr menjadi pemicu bagi Islamic Development Bank
(IDB) yang kemudian melalui OKI membentuk Bank Islam. Gagasan ini
mendapat respon positif dari seluruh anggota OKI. Anggota-anggota itu
sepakat untuk membuat Bank Islam di negaranya. Lalu dibuatlah Anggaran
Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). AD/ART yang sudah rampung
dibuat kemudian dibentuklah Bank Islam (syariah). Pendirian Bank
Syariah tidak hanya di negara muslim, akan tetapi di dunia barat juga
mendirikan Bank Syariah seperti di negara Inggris, Swiss dan USA. Dan
dari sinilah kebangkitan Bank Syariah dimulai kembali.
Dari sejarah berdirinya bank syariah, kita
mengetahui bahwa terjadi peristiwa fluktuatif yang dialami bank-bank
terdahulu untuk mencoba mengimplementasikan bank syariah. Mulai dari
masa ketiadaan menjadi ada dan kemudian mengalami berbagai permasalahan
dalam aplikasinya. Sejarah ini bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi
bankir yang menjalankan bank syariah. Dalam perjalanannya, bank syariah
yang ada di Indonesia mungkin terlihat cukup melesat dari segi
kuantitasnya. Bahkan banyak juga bank konvensional yang melakukan
konversi menjadi bank syariah. Lalu pertanyaanya adalah bagaimana dengan
segi kualitas bank syariah yang ada di Indonesia?.
Bank syariah secara umum memiliki tujuan
yaitu ibadah (tuhan) dan muamalah (manusia-kemanusiaan). Tujuan bank
syariah itu bersifat dua arah yaitu horizontal dan vertical. Dalam
konsep islam disebutkan hablumminAllah dan habluminanaas. Tujuan ini
mengajak kita untuk mencapai kebahagian di dunia dan akherat dengan
jalan syariah. Untuk mencapai tujuan ini, di bank syariah mengenal
beberapa prinsip yang selalu di pegang. Prinsip yang menjadi pegangan
yaitu: kesetaraan (equality), keadilan (fairness) dan keterbukaan (transparency).
Prinsip-prinsip tersebut mengandung makna yang strategis dan memiliki
kekuatan untuk memajukan bank syariah. Untuk menerapkan prinsip ini maka
perlu di masukkan dalam visi misi bank syariah.
Produk bank syariah yang ada sekarang tidak
jauh beda dengan awal mula Mith Ghamr di Mesir. Perbedaan yang paling
mencolok terletak pada alokasi penggunaan dana (ril), mekanisme yang
transparan, bagi hasil dan kemitraan. Alokasi penggunaan dana di bank
syariah digunakan pada program yang bersifat ril (usaha nyata) dan jauh
dari unsur spekulasi. Mekanisme yang dibangun di bank syariah sangat
transparan, tidak ada yang di tutup-tutupi, segala sesuatunya sudah di
sepakati di depan/dimuka sehingga tidak ada nasabah yang merasa di
bohongi/tertipu. Beberapa produk yang kita kenal di bank syariah yaitu
simpanan, pinjaman, investasi, pembiayaan, sewa dan sebagainya. Dari
kategori produk tersebut, kemudian kita mengenal produk mudharabah (bagi
hasil), musyarakah (bagi hasil campuran), murabahah (jual-beli), ijarah
(sewa). Mudharabah (bagi hasil) berarti antara pemodal dengan nasabah
merupakan mitra yang bekerjasama untuk mencapai tujuan berupa keuntungan
dari proyek ril yang dikerjakan dan keuntungan itu dibagi sesuai dengan
kesepakatan di muka. Pihak bank (modal) merupakan 100 persen investor.
Sedangkan musyarakah yaitu kerjasama antara bank dengan nasabah dimana
bank tidak 100 persen bertindak sebagai pemodal, akan tetapi pihak
nasabah juga merupakan pemodal. Kesepakatan mengenai pembagian hasil
dari keuntungan disepakati di muka. Yang menarik dari produk bank
syariah adalah bahwa bank dan nasabah merupakan mitra kerjasama,
keuntungan maupun kerugian ditanggung bersama. Sehingga tidak ada kata
untung di satu pihak dan rugi di pihak lain. Disinilah prinsip keadilan
bank syariah terlihat cukup jelas.
Konsep yang dimiliki bank syariah melalui
berbagai produk yang ditawarkan sebenarnya memiliki nilai lebih
dibandingkan dengan bank konvensional. Segmen pasar bank syariah di
Indonesia pun sudah dapat diukur dengan hitungan. Berdasarkan data dari
situs (www.immdiy.or.id)
pada tahun 2008 jumlah masyarakat muslim yang ada di Indonesia sebesar
204 juta jiwa. Jumlah masyarakat ini menduduki peringkat pertama jika
dibandingkan dengan Pakistan 164 juta jiwa, dan India 153 juta jiwa.
Segmentasi yang mudah di ukur inilah yang membuat banyak pihak asing
berdatangan untuk membuka bank syariah di Indonesia. Dalam situs www.bataviase.co.id
(20/6) banyak investor asing dari timur tengah mulai mengincar untuk
berinvestasi membuka bank syariah di Indonesia. Minatnya pihak asing
untuk membuka bank syariah, selain karena regulasi yang mudah dalam
membuka bank syariah, juga karena segmen pasar di Indonesia cukup
potensial.
Syariah Yang Merakyat
Beberapa pemerakarsa Bank Islam mengatakan “Don’t Call Islamic Banking, If Don’t Touch The Grass Roots” yang
artinya jangan sebut Bank Islam (syariah), jika tidak menyentuh lapisan
bawah. Hal ini merupakan sebuah anjuran sekaligus prinsip yang harus
dilaksanakan oleh semua Bank Islam (syariah) yaitu lebih menyentuh
lapisan bawah. Lapisan bawah terdiri dari masyarakat pesisir/nelayan,
petani, usaha kecil menengah, pedagang informal. Seperti diketahui bahwa
kegiatan masyarakat kelas bawah seringkali kesulitan mendapatkan
pinjaman modal untuk mengembangkan usahanya. Mereka biasanya hanya
memperoleh modal dari pihak renternir. Dengan meminjam dari renternir
sebenarnya mereka sedang menghadapi permasalahan untuk pengembaliannya,
karena pemberi pinjaman meminta bunga pengembalian yang cukup tinggi.
Namun, nelayan, petani, UKM dan pedangan kecil lainnya terpaksa meminjam
dari renternir karena tidak ada lagi pilihan lain.
Kehadiran Bank Syariah di tengah-tengah
lingkungan masyarakat tersebut menjadi suatu penawar yang lebih humanis
bagi masyarakat lapisan bawah. Berdasarkan prinsip diatas maka bank
syariah seharusnya mampu memberikan pinjaman modal kepada masyarakat
yang ingin berusaha di bidang riil. Disamping itu, lebih jauh Bank
Syariah bisa berperan sebagai penyalur/pemasar hasil usaha produksi
masyarakat. Hal ini seperti fungsi koperasi yang menjadi penggerak
ekonomi rakyat khususnya anggota dan masyarakat pada umumnya. Peran
Bank syariah disini akan lebih terlihat sebagai bank yang mendekat
dengan rakyatnya dan tentunya sebagai jalan keluar dari permasalahan
masyarakat lokal dan negara. Dengan cara ini tentunya masyarakat menjadi
semakin percaya dan yakin akan manfaat yang diterima dari Bank syariah.
Kepercayaan masyarakat terhadap manfaat langsung yang diberikan bank
syariah kepada mitranya menjadi sebuah citra positif yang bekelanjutan.
Dengan kata lain, bahwa cara ini merupakan salah satu strategi
sosialisasi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan sinergis antara
peran bank terhadap tumbuhnya pergerakan ekonomi di masyarakat.
Karena bukankan selama ini permasalahan bank
syariah adalah terkait sosialisasi kepada masyarakat. Informasi ini
saya dapatkan langsung dari rekan saya yang bekerja di salah satu Bank
Syariah di Indonesia. Saya menanyakan kepada rekan saya mengenai, apakah
permasalahan di Bank Syariah untuk saat ini?. Rekan saya pun lantas
menjawab” kendala kami adalah tentang sosialisasi saja, karena masih
banyak yang menganggap bank syariah sama dengan bank konvensional”.
Banyak cara untuk mengenalkan bank syariah kepada masyarakat salah
satunya dengan cara jemput bola langsung mendekat kepada pokok persoalan
di masyarakat. Dengan mengetahui pokok persoalan di masyarakat maka
bank syariah bisa memberi sebuah solusi nyata dan menggandeng mereka
untuk keluar dari permasalahan. Sesungguhnya inilah cara sederhana yang
pernah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW dalam menjalankan bisnisnya
dengan melakukan silaturahmi atau melakukan riset langsung ke lapangan
untuk mengenal permasalahan di masyarakat dan harapan dari
konsumen/pasar. Semoga Bank Syariah adalah bank yang selalu dekat di
hati masyarakat dan sebagai penggerak ekononomi rakyat.amin. link blog
saya disni :bank syariah.
reff : http://ib-bloggercompetition.kompasiana.com/2010/08/16/bank-syariah-untuk-ekonomi-kerakyatan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar